Saturday, June 11, 2011

CUBLUK ATAU SEPTIC TANK? :: Sebuah Catatan Keprihatinan?::

Cukup mengejutkan mendapati kenyataan di salah satu lokasi pembangunan perumahan yang dilakukan oleh developer ternyata developer bukan membangun septic tank sebagai pengolahan tinja, akan tetapi cubluk!!
Cubluk tersebut dibuat dengan menggali tanah sedalam 60 cm dengan dinding 2 buah bis beton yang disusun parallel, tanpa dasar. Kloset tidak dibangun langsung di atas cubluk, akan tetapi kloset tetap berada di kamar mandi, hanya dialirkan keluar ke cubluk. Cubluk merupakan lubang yang digunakan untuk menampung air limbah manusia dari jamban dan juga air dari kamar mandi yang berfungsi sebagai tempat pengendapan tinja dan juga media peresapan dari cairan yang masuk.

Yang menjadi keprihatinan saya adalah rumah sederhana sehat (RSH) dengan ukuran 8 x 15 m tidak mempunyai akses air bersih dari PDAM, akan tetapi menggunakan sumur bor. Padahal dengan tanah berpasir yang mempunyai permeabilitas tinggi maka limbah tinja dan limbah air domestik sangat cepat meresap dan mencemari air tanah. Teori jarak cubluk dan sumber air harus lebih dari 10 m tidak mungkin dilakukan pada kavling RSH dengan luas lahan yang sangat terbatas ini.


Merujuk Undang – Undang No 1 Tahun 2011 mengenai Perumahan dan Kawasan Permukiman tidak disebutkan sama sekali mengenai keharusan adanya pengolahan air limbah tinja dan air limbah domestik ini. Hanya pada pasal 28 disebutkan bahwa Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Yang dimaksud  “rencana kelengkapan prasarana” pada penjelasan UU meliputi jalan, drainase, sanitasi, dan air minum. Jadi tidak dijelaskan sanitasi meliputi apa saja dan bagaimana cara memenuhinya. Hal ini tentu saja sangat disayangkan, karena seharusnya rumah yang dibangun pada kawasan permukiman mempunyai prasarana yang lengkap termasuk didalamnya adalah pengelolaan sampah mandiri dan pengelolaan air limbah.

Menurut data 2011 bahwa backlog (kekurangan kebutuhan) perumahan di Indonesia masih mencapai 13,6 juta. Dengan basic Teknik Lingkungan, tentu saja hal ini sangat memprihatinkan bagi saya karena dengan semakin banyaknya RSH yang akan dibangun, tentu saja beban lingkungan semakin berat jika air limbah yang dihasilkan tidak diolah dengan benar. Pencemaran air tanah berarti air tanah tidak dapat dimanfaatkan dan perlu pengolahan, yang berarti perlu biaya pengolahan dan resiko terhadap kesehatan semakin meningkat.
Penggunaan septic tank yang dimodifikasi yang di jelaskan pada SNI T-07-1989-F mengenai Tata Cara Perencanaan Tangki Septik, sudah cukup memadai.


Dengan dua ruang dan filter maka septic tank dapat mengolah limbah tinja lebih baik daripada sekedar cubluk. Bahan yang dapat dipergunakan untuk bangunan septic tank berupa: batu, bata merah dan beton, sedangkan bahan untuk plesteran dapat dipergunakan mortar dari semen dan pasir. Plat penutup tangki:dapat berupa beton bertulang atau plat besi. Yang terpenting adalah seluruh dinding, termasuk dasar septic tank haruslah kedap air.

Tentu saja ada alasan developer membuat cubluk dibandingkan septic tank. Dari salah satu developer yang saya temui beralasan bahwa pembuatan cubluk lebih murah dan mudah. Dengan mudah dan murah maka biaya penjualan rumah menjadi lebih rendah. Akankah alasan ini menjadi pembenaran untuk membangun rumah murah, tanpa memperhatikan environmental sustainability, khususnya kualitas air tanah???